Tanggal 23 Agustus 2013 lalu OSKM ITB mengadakan seminar di sabuga (Sasana Budaya
Ganesha) yang pembicaranya adalah Menteri Perdagangan Indonesia — Bapak
Gita Wiryawan, Wanadri, Ibu Tri Mulyani, dan Saska Akbar S dari Riset
Indie serta dengan host Maria Selena (SBM ’09, Miss Indonesia 2011).
1. Bapak Gita Wiryawan
Bapak Gita Wiryawan adalah seorang pengusaha yang sangat sukses dan
sekarang merangkap sebagai Menteri Perdagangan Republik Indonesia. Dalam
seminarnya, beliau memulainya dengan memaparkan permasalahan
perekonomian yang saat ini dihadapi bangsa Indonesia.
Bapak menteri yang lulusan S1 di University of Texas ini menjelaskan
bahwa sebenarnya perekonomian Indonesia sudah tertinggal jauh dari
negara-negara tetangganya. Sebut saja Jepang yang sudah memiliki
perekonomian 8x lebih makmur dibandingkan Indonesia dan India yang sudah
mencapai 2.5x lebih dari Indonesia. Tak ketinggalan, celakanya
Indonesia kini menjadi sasaran empuk pasar saham dan budaya konsumtif
dari berbagai negara. Banyak pengusaha Indonesia yang bermain saham yang
akhirnya bangkrut akibat tidak mengetahui lahan serta lawan yang sedang
dihadapinya. Padahal beberapa pengusaha di berbagai negara seperti
Thailand, Filiphina dan Vietnam telah belajar bahasa Indonesia untuk
menjual hasil produk mereka di pasar Indonesia. Ini bisa menguntungkan
dan juga merugikan bangsa kita. Pertanyaannya sekarang adalah apakah
kita sanggup untuk menghadapi semua tekanan arus yang kuat dari pasar
global yang terbuka tersebut?
Tak hanya memaparkan berbagai permasalahan perekonomian Indonesia
seperti korupsi, kalahnya teknologi mengolah bahan mentah, dll, Pak Gita
Wiryawan juga meletakkan berbagai macam solusi di pundak kita. Ada
banyak yang bisa kita lakukan besok. Semisal dimulai dari yang
kecil-kecil terlebih dahulu. Kita dapat melakukan aksi dengan lebih
mencintai produk dan budaya lokal bangsa sendiri dibandingkan dengan
bangsa lain seperi Amerika, Jepang, Cina, dan Korea Selatan. Selain itu,
kita dapat berinvestasi masa depan kita dengan belajar segiat mungkin
agar dapat juga berperan dalam entrepreneurship di Indonesia sehingga
sumber daya alam di Indonesia seperti timah, bouksit, minyak, intan, dll
tidak hanya dikuasai oleh pihak asing.
Tak lupa di sela-sela seminarnya, Pak Gita Wiryawan juga memberikan
mutiara motivasi “If you want it, you will get it”. Bukan hal yang mudah
bagi kita untuk memperoleh sesuatu yang kita inginkan, tetapi juga
bukan hal yang tidak mungkin keinginan kita tersebut akan kita dapatkan.
Di akhir seminar, terdapat kata-kata beliau yang masih saya ingat,
“Saya bermimpi bahwa Indonesia akan menjadi negeri dengan
knowledge economy”. Sebuah cita-cita yang akan menajadi tugas saya dan generasi muda untuk merealisasikannya.
2. Wanadri
Wanadri adalah sebuah kelompok komunitas pecinta alam dan pendaki
gunung. Dalam seminarnya, Wanadri menjelaskan bahwa Indonesia memiliki
berbagai macam keeksotisan kekayaan alam serta berpuluh ribu pulau yang
bahkan oleh bangsa Indonesia sendiri tidak dapat menghitungnya karena
terlalu banyaknya jumlah pulau yang tidak berpenghuni dari Sabang sampai
Merauke. Wanadri sendiri sudah memiliki berbagai macam pengalaman
pendakian yang tentunya berbeda-beda dan membuat anggotanya menjadi
semakin cinta terhadap tanah air Indonesia. Di sela-sela seminarnya,
Wanadri sempat menunjukkan prestasi terakhir yang berhasil diraihnya
yakni berhasil melakukan ekspedisi mendaki 7 gunung tertinggi di dunia
(apa Indonesia ya?). Tak lupa di akhir seminarnya, pihak Wanadri
mengatakan bahwa kita harus bisa lebih mengeksplorasi pengetahuan kita
terhadap berbagai kekayaan alam di Indonesia serta semakin bersyukur
atas karunia Tuhan yang telaah memberikan keindahan alam kepada bangsa
Indonesia.
3. Ibu Tri Mumpuni
Ibu Tri Mumpuni adalah orang yang telah mendapatkan banyak
penghargaan atas usaha pengabdiannya untuk mengusahakan fasilitas
listrik di banyak daerah terpencil di Indonesia. Beliau sering
mengunjungi daerh-daerah pedesaan yang masih terbelakang. Beliau
merupakan salah satu saksi tentang potret kemiskinan rakyat terpencil di
negeri ini.
Di dalam seminarnya, beliau menegaskan bahwa seorang mahasiswa (yang
insyaAllah akan menjadi alumni) ITB, harus mengabdikan ilmu yang telah
didapatkan dari kampus untuk mengabdi kepada bangsa kita yang masih
terbelakang. Menurut beliau, untuk memajukan bangsa ini kita harus
memiliki logika sertaa empati. Kedua hal terssebut sangat penting untuk
dimiliki. Karena hanya dengan logika tanpa empati, kita hanya akan
memajukan karir kita sendiri tanpa berfikir untuk mengabdi pada
bangasanya. Sedangkan hanya dengan empati tanpa logika, apa yang bisa
kita perbuat? Tentunya perlu adanya kesinergisan antara empati dan daya
logika kita.
Selain itu, dalam seminar tersebut beliau juga mengingatkan kita akan
kekayaan Indonesia yang tidak dapat dinikmati oleh masyarakat lokal.
Masyarakat lokal hanya dapat menjadi kuli atau pegawai rendahan,
sedangkan investor asing dari berbagai negaralah yang menikmati hasil
bumi Indonesia tersebut. Tak hanya itu, melalui presentasi yang sering
diselingi lagu-lagu yang menyiratkan keironian bangsa ini, beliau juga
membawa kita, mahasiswa, untuk kembali melihat ke realita, tak hanya ke
atas tetapi juga ke bawah. Masih banyak anak-anak generasi muda
Indonesia yang bersekolah di tempat yang tidak layak, masih ada
masyarakat kita yang tidur di kandang babi, dan tak terhitung masyarakat
kita yang fakir papa hanya bisa menahan lapar di tengah kota. Semua
realita tersebut kelak akan menjadi tanggung jawab kita untuk dapat
menyelesaikannya.
4. Riset Indie
Riset indie adalah lembaga kolektif yang bergerak dalam bidang
teknologi, social, ekonomi, dan media. Lembaga yang terdiri dari dua
kata ini didirikan oleh Saska Akbar S. Riset berarti penelitian.
Biasanya riset bersifat serius dan formal. Sedangkan Indie adalah
sesuatu hal yang santai. Sehingga menurut kak Saska, riset indie ini
adalah suatu wahana penelitian yang santai dan bersifat ‘suka-suka
kita’. Karena sifatnya itulah riset indie memilih topik penelitian yang
mereka anggap seru untuk dikaji. Mereka melakukan
project-project
yang inovatif dan tidak terpikirkan oleh orang lain yang biasanya ide
tersebut muncul ketika mereka melihat hal yang unik dari lingkungan
sekitar mereka.
Proyek pertama riset indie adalah memperbarui dan melestarikan kamera
Polaroid. Awalnya, mereka tertarik melakukan proyek ini karena mereka
melihat fakta bahwa pabrik produksi kamera Polaroid bangkrut pada tahun
2002 dan tersaingi oleh kamera digital. Dan uniknya, para pekerja yang
telah diberhentikan dari pabrik tersebut merasa tidak ikhlas, sehingga
pekerja-pekerja tersebut membuat suatu komunitas untuk melestarikan
kamera Polaroid. Riset indie tertarik untuk menggali potensi lebih dalam
dari kamera Polaroid ini dengan memperbaruinya kembali. Akan tetapi
setelah dua tahun usaha tersebut berjalan, ternyata proyek ini kurang
menguntungkan dan akhirnya gagal.
Tak mau putus asa dengan kegagalan proyek yang pertama, riset indie
membuat proyek kedua yakni animatronic yang diberi nama Alinea. Apakah
animatronic? Animatronic adalah kolaborasi dari robot yang kulit dan
permukaan luarnya dibuat menyerupai manusia alien. Animatronic merupakan
suatu produk yang memadukan ilmu teknik elektro, informatika dan seni
patung. Pada proyek kedua ini, riset indie cukup sukses mengenalkan
Animatoric kepada masyarakat. Banyak yang antusias dengan hasil riset
mereka walaupun baru setengah jadi. Jika animatoric ini sudah jadi
dengan sempurna, animatoric ini akan dinamai Alinea – yang berarti alien
perempuan.
Proyek riset indie yang ketiga yakni Proyek Angkot Day. Proyek ini
ada karena mereka melihat dan mendengar banyaknya keluhan masyarakat
mengenai kemacetan di kota Bandung yang kian hari kian menyesakkan.
Sementara itu, angkot juga sering
ngetem (menunggu di pasar untuk
mencari penumpang) yang menyebabkan orang enggan untuk menggunakan jasa
angkot dan lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Rencananya,
angkot day akan diadakan pada tanggal 20 September 2013. Pada hari itu,
angkot jurusan Kalapa-Dago akan dicharter oleh Riset Indie agar
masyarakat dapat menggunakan angkot jurusan ini secara gratis seharian.
Dari hasil Angkot Day tersebut nantinya akan dikumpulkan data-data
mengenai respons masyarakat serta testimony dari masyarakat mengenai
Angkot Day. Untuk saat ini proyek Angkot Day ini masih membutuhkan
banyak relawan dan donatur dana demi suksesnya acara ini.
Banyak hal yang bisa saya dapatkan dari seminar ini. Salah satunya
adalah bahwa kita dapat berkontribusi kepada Indonesia itu dengan
berbagai macam cara. Dapat memalui perekonomian dan politik seperti
Bapak Gita Wiryawan, pengeksplorasian pengetahuan kekayaan alam
Indonesia seperti Wanadri, pengaplikasian teknologi pada masyarakat
terpencil seperti Ibu Tri Mumpuni atau dengan cara melakukan berbagai
macam riset penelitian yang berguna bagi masyarakat seperti kru Riset
Indie. Tentunya saat ini yang menjadi prinsip kita adalah : “Jangan
bertanya apa yang telah negerimu berikan kepadamu, tetapi tanyakanlah
kepada hati kecilmu apa yang telah engkau berikan kepada negeri ini,”
Bandung, 23 Agustus 2013
Dita W. Amallya